Popular Posts

What’s Hot


Puisi,Pantun dan Teka Teki Suku BUGIS



KEBESARAN epos-mitos La Galigo telah membunuh banyak genre sastra klasik Bugis. La Galigo yang diduga sebagai karya sastra terpanjang dalam sejarah sastra dunia itu terlalu banyak menyedot perhatian kritikus, peminat dan peneliti seni. Mereka, para peminat dan peneliti seni itu, lupa bahwa begitu banyak karya sastra Bugis lain yang menarik untuk diperbincangkan.
BANYAKNYA ragam genre sastra Bugis bisa dibaca dalam satu bab The Bugis, buku hasil penelitian Christian Pelras selama puluhan tahun di tanah Bugis. Selain jumlahnya yang diperkirakan sampai 2.500.000 karya, kualitas karya-karya itu juga sangat layak untuk jadi bahan kajian. Sebuah tulisan Roger Tol di jurnal KITLV edisi 148-1 (1992: 82-102) memaksa tulisan ini lahir. Roger Tol membahas sebuah genre puisi Bugis, élong, dalam tulisan tersebut. Tulisan ini akan membicarakan ulang satu jenis élong yang sangat unik yakni élong maliung bettuanna, puisi teka-teki yang harus menggunakan rumus tertentu agar bertemu jawabannya. Menurut Salim (1990:3-5), sedikitnya ada 14 jenis élong yang bisa dibedakan menurut isi (content), peristiwa (occasion) di mana lagu itu nyanyikan dan terakhir sifat-sifat formalnya (formal peculiarities).
Ada élong yang secara khusus membicarakan perihal keluarga, agama dan hiburan semata. Sejumlah lainnya dipentaskan pada peristiwa-persitiwa khusus, semisal élong madduta (lagu melamar) dan élong osong (lagu perang). Ada juga élong, seperti puisi klasik Jepang, haiku, yang terdiri dari aturan-aturan baris dan jumlah silabel. Lainnya, terdapat élong yang rangkaian huruf awalnya membentuk nama-nama hari. Keunikan-keunikan itulah yang membuat élong bisa menjadi media untuk melakukan permainan bahasa seperti yang juga akan dibahas dalam tulisan ini. Macam-macam élong bisa ditemukan dalam beberapa buku, beberapa di antaranya adalah Salim (1969-71, 1990), Sikki (1978:277-323), dan paling komprehensif adalah koleksi élong yang dikumpulkan oleh pionir pengkaji Bugis dan Makassar, Matthes (1872a:370-409, 1883) .
Tak berbeda dengan pantun, élong sekaligus bisa menjadi sastra lisan dan tulisan. Nama élong (secara harafiah berarti ‘lagu’) sendiri menunjukkan bahwa puisi ini awalnya adalah sastra lisan. Dalam sejarahnya kadang-kadang élong memang dipertunjukkan atau dinyanyikan dengan iringan instrumen seperti biolin dan suling, meskipun juga sering tanpa iringan apa-apa (Sikki, 1978:xi). Dulu, élong bahkan sering dijadikan sebagai salah satu jenis lomba—sambil berpesta pora minum tuak dan makan melimpah.
Sebelum akhirnya hilang dari kehidupan keseharian orang Bugis, élong masih digunakan dalam prosesi melamar, di mana dua kelompok, masing-masing dari pihak laki dan perempuan, saling melempar bait-bait élong hingga hadirnya kesepakatan pernikahan. Semakin lihai kelompok pelamar menggubah bait-bait élong, semakin besar peluang lamarannya diterima. Hal seperti itu tak lagi bisa ditemukan di daerah Bugis sekarang ini. Hampir selalu, status dan harta menjadi faktor paling menentukan diterima atau tidaknya sebuah lamaran. Di daerah Bone, Pinrang dan Sidrap, misalnya, orang tua seorang gadis bisa saja meminta uang ratusan juta sebagai syarat pernikahan.
Menyembunyikan Maksud di Balik Tiga Lapis Sarung
NAMPAKNYA seperti dikatakan oleh dua baris akhir sebuah soneta Shakespeare, so long as men can breathe or eyes can see,/so long lives this, and this gives lives to thee, orang Bugis sejak lama telah menyadari signifikansi puisi. Misalnya saja dengan membuat aturan-aturan tertentu untuk memahami sebuah bait élong maliung bettuanna. Aturan-aturan khusus itulah yang membuat genre puisi ini menjadi sangat unik dan menarik. Tidak saja dalam élong maliung bettuanna, tetapi begitu banyak karya-karya penting, pendek maupun panjang, ditulis menggunakan puisi.
Tak banyak peminat dan sarjana sastra yang membahas jenis puisi élong maliung bettuanna mungkin dikarenakan dua faktor penting yang sama-sama susah dipahami; matra dan archaic vocubulary yang digunakan. Secara harafiah, élong maliung bettuanna berarti ‘lagu yang dalam maknanya’ (maliung berarti ‘dalam’ dan bettuanna berarti ‘artinya’ atau ‘maknanya’). Dengan kata lain, élong ini adalah puisi dengan makna tersembunyi. Sebagaimana jenis élong lain, élong maliung bettuanna pun menggunakan simbol, matra dan bentuk khas. Tetapi jenis élong ini memiliki satu perbedaan yakni penggunaan crypto-language yang sangat khas yang disebut Basa to Bakke’.
Basa to Bakke’ secara harafiah berarti ‘bahasa orang-orang Bakke’’. Sebenarnya penamaan ini merujuk kepada seseorang bernama Datu Bakke’, Pangeran dari Bakke’, yang dikenang karena kecerdasan dan keintelektualannya. Nama orang ini banyak disebut-sebut dalam literatur sejarah Bugis, utamanya Soppeng. Bakke’ sendiri adalah nama sebuah daerah di Soppeng, Sulawesi Selatan. Bisa terjadi kesalahpengertian di sini, sebab seolah-olah ada bahasa lain selain bahasa Bugis yang digunakan dalam puisi Bugis ini. Sehingga sesungguhnya Basa to Bakke lebih cocok diartikan sebagai permainan bahasa Bakke’.
Basa to Bakke’ menjadi ciri khas dalam puisi teka-teki Bugis atau élong maliung bettuanna ini. Sangat berlainan dengan pantun teka-teki yang hanya menggunakan simbol untuk menyembunyikan jawaban, teka-teki élong maliung bettuanna tersembunyi di balik tiga lapis sarung. Untuk tiba pada makna sesungguhnya yang ingin disampaikan oleh penulisnya, tiga lapis sarung itu harus disingkap satu per satu.
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung ?
Bandingkan pantun di atas dengan sebuah teka-teki a la puisi Bugis yang dikutip dari Tol dkk (1992:85) berikut ini:
Kégana mumaberrekkeng,
buaja bulu’édé,
lompu’ walennaé?
(Mana lebih kau suka,
buaya gunung,
atau lumpur sungai?)
Tentu tak susah menemukan jawaban teka-teki pantun di atas. Pantun itu adalah teka-teki Budi di buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk murid Kelas III Sekolah Dasar zaman orde baru. Tetapi bagaimana menemukan ‘jawaban’ teka-teki Bugis di atas? Sebenarnya puisi itu ingin menyampaikan makna: ‘mana lebih kau suka, perempuan cerdas atau perempuan cantik?’.
Bagi yang paham aksara Bugis, tentu masih ingat bahwa aksara Bugis memiliki beberapa keunikan dibandingkan, misalnya, dengan aksara Latin. Aksara Bugis, sebagaimana kebanyakan aksara di Asia, memiliki kecacatan. Kekurangan yang sekaligus bisa jadi kelebihan itu di antaranya adalah tidak adanya huruf mati (final velar nasals), glottal stop, dan konsonan rangkap (geminated consonants). Aksara Bugis, nyaris sama dengan aksara Jepang, setiap hurufnya adalah satu suku kata (syllabel). Satu silabel dalam aksara Bugis bisa dibaca dengan berbagai cara. Contohnya, huruf untuk silabel ‘pa’ bisa saja dibaca /pa/, /ppa/, /pang/, /ppang/, /pa’/, atau /ppa’/. Keunikan aksara Bugis inilah yang dieksplorasi oleh permainan Basa to Bakke’ dalam élong maliung bettuanna.
Dalam satu élong yang disebutkan tadi, sarung pertama yang harus disingkap untuk menemukan jawabannya telah dilakukan dengan memperlihatkan arti puisi itu. Langkah pertama itu adalah mengidentifikasi pernyataan (frase). Ada dua frase dalam puisi itu yang harus diperhatikan, buaja bulue’édé dan lompu’ walennaé. Buaja bulu’édé berarti ‘buaya gunung’ dan lompu’ walennaé berarti ‘lumpur sungai’.
Setelah mengidentifikasi pernyataan, langkah kedua adalah menemukan apa rujukan dari frase yang telah ditemukan. Dalam penyingkapan sarung kedua ini, memang sangat erat kaitannya dengan pengetahuan dan alam pikiran budaya Bugis. Buaja bulu’édé (buaya gunung) dalam budaya Bugis merujuk kepada macang (macan) dan lompu’ walannaé (lumpur sungai) menunjuk kepada kessi’ (pasir).
Jika hanya sampai di sini, puisi itu akan berarti ‘mana yang lebih kau suka, macan atau pasir?’ Tentulah ini akan menjadi sebuah pernyataan yang tidak logis. Tetapi memang bukanlah itu yang sesungguhnya ingin disampaikan puisi tersebut. Masih ada satu lapis sarung yang harus disingkapkan. Di tahapan inilah permainan bahasa tadi digunakan. Dalam tulisan aksara Bugis, kata macang (macan) sama dengan macca’ (cerdas) dan kessi’ (pasir) sama dengan kessing (elok atau cantik). Masing-masing ditulis /ma-ca/ (ingat, tak ada final velar nasals dan geminated consonant dalam aksara Bugis) dan /ke-si/ (ingat juga tak ada glottal stop).
Akhirnya makna puisi itu menjadi ‘mana yang lebih kau suka, (perempuan) cerdas atau (perempuan) cantik?’.
Perhatikan satu contoh lagi berikut ini:
Gellang riwata’ majjékko,
Anré-anréna to Menre’é,
aténa unnyié.
(Tembaga melengkung di ujung,
makanan orang Mandar,
hati kunyit.)
Puisi teka-teki yang berarti ‘aku mencintaimu’ ini bisa disingkap jawabannya dengan cara yang sama. Gellang riwata’ majjékko merujuk kepada méng (kail), anré-anréna to Menre’é merujuk kepada loka (pisang)—konon Orang Bugis dulu menganggap makanan pokok orang Mandar adalah pisang, dan aténa unnyié merujuk kepada ridi (kuning). Jika tiga kata itu dituliskan dalam aksara Bugis akan menjadi /me-lo-ka-ri-di/. Rangkaian huruf ini bisa juga dibaca mélo’ ka ridi yang artinya ‘aku mencintaimu’.
Tiga lapis sarung itu bisa diuraikan lebih rinci seperti berikut; sarung pertama, mengenali frase yang menyimpan kiasan atau sampiran dan bunyi. Dalam puisi di atas, setiap barisnya menyimpan masing-masing satu frase untuk mengenali sampiran itu; gellang riwata majjékko, anré-anréna to Menre’é, dan aténa unnyié. Sampiran dari frase itu, secara berurutan masing-masing; méng (kail), loka (pisang), dan ridi (kuning). Lapis kedua adalah bunyi méng, loka, dan ridi. Bunyi tiga kata itu membawa kita ke lapis sarung selanjutnya untuk menemukan makna (isi), bunyi meng dalam aksara Bugis ditulis /me/, bunyi loka ditulis /lo-ka/, dan bunyi ridi ditulis /ri-di/. Untuk menemukan makna élong semua bunyi itu dirangkai menjadi /me-lo-ka-ri-di/. Rangkaian bunyi itu jika dibaca menjadi mélo’ka ridi yang maknanya ‘aku mencintaimu’.
Jika dalam pantun baris pertama-kedua adalah sampiran dan baris ketiga-keempat adalah isi, maka dalam élong maliung bettuanna bunyi (lapis kedua) yang menjadi sampiran sekaligus petunjuk untuk masuk ke lapis selanjutnya yaitu isi.
Jika disederhanakan, rumus tiga lapis sarung untuk menyingkap makna élongmaliung bettuanna di atas bisa menjadi: (1) frase, (2) bunyi, dan (3) makna.
Lihat contoh berikut ini:
Inungeng mapekke’-pekke’
balinna ase’édé,
bali ulu balé.
(Minuman pekat,
kebalikan atas,
kebalikan kepala ikan.)
Setelah melalui proses penyingkapan makna, puisi ini berarti ’saya tak suka padamu’. Makna itu ditemukan dari rangkaian kata téng, awa, dan ikko yang jika dituliskan dengan aksara Bugis menjadi /te-a-wa-(r)i-ko/, ‘aku tidak mau atau benci padamu’. Frase élong itu adalah inungeng mapekke-pekke, balinna ase’édé, dan bali ulu balé. Bunyi yang dihasilkan frase itu adalah téng (teh), awa (bawah), dan ikko (ekor). Bunyi ini jika dituliskan dalam aksara Bugis akan menjadi /te-a-wa-(r)i-ko/. Rangkaian aksara Bugis itu bisa juga terbaca téawa (r)iko, ‘aku tak suka padamu’.
Vopel (1967:3) mengatakan bahwa kemungkinan puisilah bahasa paling rumit di dunia ini. Disebut paling rumit karena puisi menghendaki kepadatan (compactness) dalam pengungkapan. Kepadatan ini tidak hanya tercermin lewat kata-kata yang memiliki bobot makna yang berdaya jangkau lebih luas ketimbang bahasa sehari-hari. Kepadatan juga berperan sebagai pembangun dimensi lapis kedua seperti membangun kesan atau efek imagery, tatanan ritmis di tiap baris, membentuk nada suara sebagai cermin sikap penulis semisal sinis, ironis, atau hiperbolis terhadap pokok persoalan yang diangkat. Dan yang lebih penting juga adalah membangun dimensi lain yang hadir tanpa terlihat karena berada di balik makna literal dan atau di balik bentuk yang dipilih. Tuntutan-tuntutan semacam itu tentu lebih longgar pada genre lain seperti prosa (cerita pendek dan novel).
Selain puitis, élong maliung bettuanna juga memang kelihatan rumit dan berlapis-lapis. Namun jika menemukan rumusnya, puisi ini tidak akan serumit yang kita duga. Sungguh, alangkah pintar orang-orang Bugis (dulu) menyembunyikan maksudnya di balik berlapis-lapis sarung.
Permainan Bahasa, Kunci Jawaban
SEPERTI telah kita lihat, élong maliung bettuanna mengandung dua atau tiga pernyataan teka-teki. Jika kita telah menemukan rujukan yang ditunjuk oleh frase-frase itu, kita akan segera menemukan makna puisi—tentu saja jika paham bahasa dan aksara Bugis. Permainan basa to bakke’ memang menjadi kunci jawaban dari teka-teki dalam sebuah élong maliung bettuanna. Permainan bahasa inilah yang paling menarik dari jenis puisi ini, hal yang kemungkinan besar tak akan ditemui dalam puisi lain.
Sesungguhnya, dalam élong maliung bettuanna ada pola-pola umum permainan bahasa orang Bakke yang paling sering digunakan. Basa to Bakke biasanya menggunakan tiga macam topik dalam frasenya; 1) yang berhubungan dengan nama daerah atau tempat (geographical), 2) tentang tumbuh-tumbuhan (botanical), dan 3) tentang binatang (zoological). Memang ada beberapa pengecualian, tetapi ketiga topik itulah yang paling sering digunakan.
TERNYATA bahasa Bugis bisa menjadi permainan yang menarik. Keunikan bahasa seperti itulah yang membuat puisi Bugis menjadi berbeda dibandingkan jenis puisi lainnya. Meski élong maliung bettuanna tak lagi pernah dipentaskan atau dituliskan, meliriknya kembali bisa menjadi alternatif.
Mengadopsi puisi Bugis ini bisa menjadi jawaban atas kejenuhan banyak kritikus sastra yang menganggap puisi modern Indonesia terperangkap oleh segelintir nama-nama besar, seperti Sapardi Djoko Damono, Suardji Calzum Bachri, Goenawan Mohamad dan Afrizal Malna. Kekuatan élong maliung bettuanna salah satunya adalah ketercapaian dan keseimbangan dua kekuatan, bentuk dan isi—hal yang semakin susah ditemukan oleh penyair-penyair Indonesia kontemporer. Tak banyak jenis puisi yang mampu mengawinkan bentuk dan isi seperti yang diperlihatkan oleh élong maliung bettuanna.
Selain aturan bunyi (fonologi) dan makna (semantik) yang telah dijelaskan di atas, sesungguhnya élong maliung bettuanna juga menarik untuk dilihat dari segi matra. Élong maliung bettuanna ini memiliki aturan matra, terdiri dari tiga baris dan tiap barisnya biasanya terdiri dari delapan, tujuh atau enam suku kata. Puisi-puisi Bugis seperti dijelaskan dalam Tol (1992:83) memiliki tiga jenis matra; pentasyllabic metre (seperti yang diperlihatkan dalam La Galigo), octosyllabic metre (seperti dalam teks puisi-puisi naratif Bugis) dan élong metre.
Meskipun memang rumit memahami genre ini, namun tetap terbuka banyak pintu untuk masuk dan menikmati élong maliung bettuanna, salah satunya melalui permainan bahasa. Permainan bahasa seperti Basa to Bakke’ yang telah dijelaskan dalam tulisan ini mungkin pula akan membuat, khususnya orang-orang Bugis, belajar dan mencintai kembali bahasa dan aksara Bugis. Selain tak berminat pada sastra klasik, orang-orang juga mulai tak meminati bahasa daerah.[]
Referensi:
1. Fachruddin Ambo Enre, 1983, Ritumpanna Weelenrennge, telaah filologis sebuah Episode Bugis klasik, Jakarta: Universitas Indonesia.
2. Kennedy, J.X, 1991. Literaure: an Introduction to Fiction, Poetry and Drama, (Fifth Edition). New York: harper Collins Publisher.
3. Mattulada, 1985, Latoa; satu lukisan analitis terhadap antropologi politik orang Bugis, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
4. Muhammad Salim, 1969-71, Transliterasi dan Terjemahan elong Ugi (kajian naskah Bugis), Ujung pandang: Departemen P dan K, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan.
5. Muhammad Sikki, dkk, 1978, Terjemahan beberapa naskah lontara Bugis, Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa.
6. Pelras, Christian, 2006, Manusia Bugis, Jakarta: Nalar.
7. Perrine, Laurence, 1974, Literatre: Structure, Sound and sense. (Second Edition). New York: Harcourt Brace Javanovisch Inc.
8. Rahman Daeng Palallo, 1968, ‘Bahasa Bugis; Dari hal elong maliung bettuanna (pantun jang dalam artinya)’, Bingkisan I.
9. Tol, Roger, 1992, ‘Fish Food on a Tree Branch; Hidden Meanings in Bugis Poetry’, Leiden: Bijdragen tot de Taal-, land- en Volkenkunde 148 : 82-102


BUGIS PUNYA CERITA


Puisi,Pantun dan Teka Teki Suku BUGIS



KEBESARAN epos-mitos La Galigo telah membunuh banyak genre sastra klasik Bugis. La Galigo yang diduga sebagai karya sastra terpanjang dalam sejarah sastra dunia itu terlalu banyak menyedot perhatian kritikus, peminat dan peneliti seni. Mereka, para peminat dan peneliti seni itu, lupa bahwa begitu banyak karya sastra Bugis lain yang menarik untuk diperbincangkan.
BANYAKNYA ragam genre sastra Bugis bisa dibaca dalam satu bab The Bugis, buku hasil penelitian Christian Pelras selama puluhan tahun di tanah Bugis. Selain jumlahnya yang diperkirakan sampai 2.500.000 karya, kualitas karya-karya itu juga sangat layak untuk jadi bahan kajian. Sebuah tulisan Roger Tol di jurnal KITLV edisi 148-1 (1992: 82-102) memaksa tulisan ini lahir. Roger Tol membahas sebuah genre puisi Bugis, élong, dalam tulisan tersebut. Tulisan ini akan membicarakan ulang satu jenis élong yang sangat unik yakni élong maliung bettuanna, puisi teka-teki yang harus menggunakan rumus tertentu agar bertemu jawabannya. Menurut Salim (1990:3-5), sedikitnya ada 14 jenis élong yang bisa dibedakan menurut isi (content), peristiwa (occasion) di mana lagu itu nyanyikan dan terakhir sifat-sifat formalnya (formal peculiarities).
Ada élong yang secara khusus membicarakan perihal keluarga, agama dan hiburan semata. Sejumlah lainnya dipentaskan pada peristiwa-persitiwa khusus, semisal élong madduta (lagu melamar) dan élong osong (lagu perang). Ada juga élong, seperti puisi klasik Jepang, haiku, yang terdiri dari aturan-aturan baris dan jumlah silabel. Lainnya, terdapat élong yang rangkaian huruf awalnya membentuk nama-nama hari. Keunikan-keunikan itulah yang membuat élong bisa menjadi media untuk melakukan permainan bahasa seperti yang juga akan dibahas dalam tulisan ini. Macam-macam élong bisa ditemukan dalam beberapa buku, beberapa di antaranya adalah Salim (1969-71, 1990), Sikki (1978:277-323), dan paling komprehensif adalah koleksi élong yang dikumpulkan oleh pionir pengkaji Bugis dan Makassar, Matthes (1872a:370-409, 1883) .
Tak berbeda dengan pantun, élong sekaligus bisa menjadi sastra lisan dan tulisan. Nama élong (secara harafiah berarti ‘lagu’) sendiri menunjukkan bahwa puisi ini awalnya adalah sastra lisan. Dalam sejarahnya kadang-kadang élong memang dipertunjukkan atau dinyanyikan dengan iringan instrumen seperti biolin dan suling, meskipun juga sering tanpa iringan apa-apa (Sikki, 1978:xi). Dulu, élong bahkan sering dijadikan sebagai salah satu jenis lomba—sambil berpesta pora minum tuak dan makan melimpah.
Sebelum akhirnya hilang dari kehidupan keseharian orang Bugis, élong masih digunakan dalam prosesi melamar, di mana dua kelompok, masing-masing dari pihak laki dan perempuan, saling melempar bait-bait élong hingga hadirnya kesepakatan pernikahan. Semakin lihai kelompok pelamar menggubah bait-bait élong, semakin besar peluang lamarannya diterima. Hal seperti itu tak lagi bisa ditemukan di daerah Bugis sekarang ini. Hampir selalu, status dan harta menjadi faktor paling menentukan diterima atau tidaknya sebuah lamaran. Di daerah Bone, Pinrang dan Sidrap, misalnya, orang tua seorang gadis bisa saja meminta uang ratusan juta sebagai syarat pernikahan.
Menyembunyikan Maksud di Balik Tiga Lapis Sarung
NAMPAKNYA seperti dikatakan oleh dua baris akhir sebuah soneta Shakespeare, so long as men can breathe or eyes can see,/so long lives this, and this gives lives to thee, orang Bugis sejak lama telah menyadari signifikansi puisi. Misalnya saja dengan membuat aturan-aturan tertentu untuk memahami sebuah bait élong maliung bettuanna. Aturan-aturan khusus itulah yang membuat genre puisi ini menjadi sangat unik dan menarik. Tidak saja dalam élong maliung bettuanna, tetapi begitu banyak karya-karya penting, pendek maupun panjang, ditulis menggunakan puisi.
Tak banyak peminat dan sarjana sastra yang membahas jenis puisi élong maliung bettuanna mungkin dikarenakan dua faktor penting yang sama-sama susah dipahami; matra dan archaic vocubulary yang digunakan. Secara harafiah, élong maliung bettuanna berarti ‘lagu yang dalam maknanya’ (maliung berarti ‘dalam’ dan bettuanna berarti ‘artinya’ atau ‘maknanya’). Dengan kata lain, élong ini adalah puisi dengan makna tersembunyi. Sebagaimana jenis élong lain, élong maliung bettuanna pun menggunakan simbol, matra dan bentuk khas. Tetapi jenis élong ini memiliki satu perbedaan yakni penggunaan crypto-language yang sangat khas yang disebut Basa to Bakke’.
Basa to Bakke’ secara harafiah berarti ‘bahasa orang-orang Bakke’’. Sebenarnya penamaan ini merujuk kepada seseorang bernama Datu Bakke’, Pangeran dari Bakke’, yang dikenang karena kecerdasan dan keintelektualannya. Nama orang ini banyak disebut-sebut dalam literatur sejarah Bugis, utamanya Soppeng. Bakke’ sendiri adalah nama sebuah daerah di Soppeng, Sulawesi Selatan. Bisa terjadi kesalahpengertian di sini, sebab seolah-olah ada bahasa lain selain bahasa Bugis yang digunakan dalam puisi Bugis ini. Sehingga sesungguhnya Basa to Bakke lebih cocok diartikan sebagai permainan bahasa Bakke’.
Basa to Bakke’ menjadi ciri khas dalam puisi teka-teki Bugis atau élong maliung bettuanna ini. Sangat berlainan dengan pantun teka-teki yang hanya menggunakan simbol untuk menyembunyikan jawaban, teka-teki élong maliung bettuanna tersembunyi di balik tiga lapis sarung. Untuk tiba pada makna sesungguhnya yang ingin disampaikan oleh penulisnya, tiga lapis sarung itu harus disingkap satu per satu.
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung ?
Bandingkan pantun di atas dengan sebuah teka-teki a la puisi Bugis yang dikutip dari Tol dkk (1992:85) berikut ini:
Kégana mumaberrekkeng,
buaja bulu’édé,
lompu’ walennaé?
(Mana lebih kau suka,
buaya gunung,
atau lumpur sungai?)
Tentu tak susah menemukan jawaban teka-teki pantun di atas. Pantun itu adalah teka-teki Budi di buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk murid Kelas III Sekolah Dasar zaman orde baru. Tetapi bagaimana menemukan ‘jawaban’ teka-teki Bugis di atas? Sebenarnya puisi itu ingin menyampaikan makna: ‘mana lebih kau suka, perempuan cerdas atau perempuan cantik?’.
Bagi yang paham aksara Bugis, tentu masih ingat bahwa aksara Bugis memiliki beberapa keunikan dibandingkan, misalnya, dengan aksara Latin. Aksara Bugis, sebagaimana kebanyakan aksara di Asia, memiliki kecacatan. Kekurangan yang sekaligus bisa jadi kelebihan itu di antaranya adalah tidak adanya huruf mati (final velar nasals), glottal stop, dan konsonan rangkap (geminated consonants). Aksara Bugis, nyaris sama dengan aksara Jepang, setiap hurufnya adalah satu suku kata (syllabel). Satu silabel dalam aksara Bugis bisa dibaca dengan berbagai cara. Contohnya, huruf untuk silabel ‘pa’ bisa saja dibaca /pa/, /ppa/, /pang/, /ppang/, /pa’/, atau /ppa’/. Keunikan aksara Bugis inilah yang dieksplorasi oleh permainan Basa to Bakke’ dalam élong maliung bettuanna.
Dalam satu élong yang disebutkan tadi, sarung pertama yang harus disingkap untuk menemukan jawabannya telah dilakukan dengan memperlihatkan arti puisi itu. Langkah pertama itu adalah mengidentifikasi pernyataan (frase). Ada dua frase dalam puisi itu yang harus diperhatikan, buaja bulue’édé dan lompu’ walennaé. Buaja bulu’édé berarti ‘buaya gunung’ dan lompu’ walennaé berarti ‘lumpur sungai’.
Setelah mengidentifikasi pernyataan, langkah kedua adalah menemukan apa rujukan dari frase yang telah ditemukan. Dalam penyingkapan sarung kedua ini, memang sangat erat kaitannya dengan pengetahuan dan alam pikiran budaya Bugis. Buaja bulu’édé (buaya gunung) dalam budaya Bugis merujuk kepada macang (macan) dan lompu’ walannaé (lumpur sungai) menunjuk kepada kessi’ (pasir).
Jika hanya sampai di sini, puisi itu akan berarti ‘mana yang lebih kau suka, macan atau pasir?’ Tentulah ini akan menjadi sebuah pernyataan yang tidak logis. Tetapi memang bukanlah itu yang sesungguhnya ingin disampaikan puisi tersebut. Masih ada satu lapis sarung yang harus disingkapkan. Di tahapan inilah permainan bahasa tadi digunakan. Dalam tulisan aksara Bugis, kata macang (macan) sama dengan macca’ (cerdas) dan kessi’ (pasir) sama dengan kessing (elok atau cantik). Masing-masing ditulis /ma-ca/ (ingat, tak ada final velar nasals dan geminated consonant dalam aksara Bugis) dan /ke-si/ (ingat juga tak ada glottal stop).
Akhirnya makna puisi itu menjadi ‘mana yang lebih kau suka, (perempuan) cerdas atau (perempuan) cantik?’.
Perhatikan satu contoh lagi berikut ini:
Gellang riwata’ majjékko,
Anré-anréna to Menre’é,
aténa unnyié.
(Tembaga melengkung di ujung,
makanan orang Mandar,
hati kunyit.)
Puisi teka-teki yang berarti ‘aku mencintaimu’ ini bisa disingkap jawabannya dengan cara yang sama. Gellang riwata’ majjékko merujuk kepada méng (kail), anré-anréna to Menre’é merujuk kepada loka (pisang)—konon Orang Bugis dulu menganggap makanan pokok orang Mandar adalah pisang, dan aténa unnyié merujuk kepada ridi (kuning). Jika tiga kata itu dituliskan dalam aksara Bugis akan menjadi /me-lo-ka-ri-di/. Rangkaian huruf ini bisa juga dibaca mélo’ ka ridi yang artinya ‘aku mencintaimu’.
Tiga lapis sarung itu bisa diuraikan lebih rinci seperti berikut; sarung pertama, mengenali frase yang menyimpan kiasan atau sampiran dan bunyi. Dalam puisi di atas, setiap barisnya menyimpan masing-masing satu frase untuk mengenali sampiran itu; gellang riwata majjékko, anré-anréna to Menre’é, dan aténa unnyié. Sampiran dari frase itu, secara berurutan masing-masing; méng (kail), loka (pisang), dan ridi (kuning). Lapis kedua adalah bunyi méng, loka, dan ridi. Bunyi tiga kata itu membawa kita ke lapis sarung selanjutnya untuk menemukan makna (isi), bunyi meng dalam aksara Bugis ditulis /me/, bunyi loka ditulis /lo-ka/, dan bunyi ridi ditulis /ri-di/. Untuk menemukan makna élong semua bunyi itu dirangkai menjadi /me-lo-ka-ri-di/. Rangkaian bunyi itu jika dibaca menjadi mélo’ka ridi yang maknanya ‘aku mencintaimu’.
Jika dalam pantun baris pertama-kedua adalah sampiran dan baris ketiga-keempat adalah isi, maka dalam élong maliung bettuanna bunyi (lapis kedua) yang menjadi sampiran sekaligus petunjuk untuk masuk ke lapis selanjutnya yaitu isi.
Jika disederhanakan, rumus tiga lapis sarung untuk menyingkap makna élongmaliung bettuanna di atas bisa menjadi: (1) frase, (2) bunyi, dan (3) makna.
Lihat contoh berikut ini:
Inungeng mapekke’-pekke’
balinna ase’édé,
bali ulu balé.
(Minuman pekat,
kebalikan atas,
kebalikan kepala ikan.)
Setelah melalui proses penyingkapan makna, puisi ini berarti ’saya tak suka padamu’. Makna itu ditemukan dari rangkaian kata téng, awa, dan ikko yang jika dituliskan dengan aksara Bugis menjadi /te-a-wa-(r)i-ko/, ‘aku tidak mau atau benci padamu’. Frase élong itu adalah inungeng mapekke-pekke, balinna ase’édé, dan bali ulu balé. Bunyi yang dihasilkan frase itu adalah téng (teh), awa (bawah), dan ikko (ekor). Bunyi ini jika dituliskan dalam aksara Bugis akan menjadi /te-a-wa-(r)i-ko/. Rangkaian aksara Bugis itu bisa juga terbaca téawa (r)iko, ‘aku tak suka padamu’.
Vopel (1967:3) mengatakan bahwa kemungkinan puisilah bahasa paling rumit di dunia ini. Disebut paling rumit karena puisi menghendaki kepadatan (compactness) dalam pengungkapan. Kepadatan ini tidak hanya tercermin lewat kata-kata yang memiliki bobot makna yang berdaya jangkau lebih luas ketimbang bahasa sehari-hari. Kepadatan juga berperan sebagai pembangun dimensi lapis kedua seperti membangun kesan atau efek imagery, tatanan ritmis di tiap baris, membentuk nada suara sebagai cermin sikap penulis semisal sinis, ironis, atau hiperbolis terhadap pokok persoalan yang diangkat. Dan yang lebih penting juga adalah membangun dimensi lain yang hadir tanpa terlihat karena berada di balik makna literal dan atau di balik bentuk yang dipilih. Tuntutan-tuntutan semacam itu tentu lebih longgar pada genre lain seperti prosa (cerita pendek dan novel).
Selain puitis, élong maliung bettuanna juga memang kelihatan rumit dan berlapis-lapis. Namun jika menemukan rumusnya, puisi ini tidak akan serumit yang kita duga. Sungguh, alangkah pintar orang-orang Bugis (dulu) menyembunyikan maksudnya di balik berlapis-lapis sarung.
Permainan Bahasa, Kunci Jawaban
SEPERTI telah kita lihat, élong maliung bettuanna mengandung dua atau tiga pernyataan teka-teki. Jika kita telah menemukan rujukan yang ditunjuk oleh frase-frase itu, kita akan segera menemukan makna puisi—tentu saja jika paham bahasa dan aksara Bugis. Permainan basa to bakke’ memang menjadi kunci jawaban dari teka-teki dalam sebuah élong maliung bettuanna. Permainan bahasa inilah yang paling menarik dari jenis puisi ini, hal yang kemungkinan besar tak akan ditemui dalam puisi lain.
Sesungguhnya, dalam élong maliung bettuanna ada pola-pola umum permainan bahasa orang Bakke yang paling sering digunakan. Basa to Bakke biasanya menggunakan tiga macam topik dalam frasenya; 1) yang berhubungan dengan nama daerah atau tempat (geographical), 2) tentang tumbuh-tumbuhan (botanical), dan 3) tentang binatang (zoological). Memang ada beberapa pengecualian, tetapi ketiga topik itulah yang paling sering digunakan.
TERNYATA bahasa Bugis bisa menjadi permainan yang menarik. Keunikan bahasa seperti itulah yang membuat puisi Bugis menjadi berbeda dibandingkan jenis puisi lainnya. Meski élong maliung bettuanna tak lagi pernah dipentaskan atau dituliskan, meliriknya kembali bisa menjadi alternatif.
Mengadopsi puisi Bugis ini bisa menjadi jawaban atas kejenuhan banyak kritikus sastra yang menganggap puisi modern Indonesia terperangkap oleh segelintir nama-nama besar, seperti Sapardi Djoko Damono, Suardji Calzum Bachri, Goenawan Mohamad dan Afrizal Malna. Kekuatan élong maliung bettuanna salah satunya adalah ketercapaian dan keseimbangan dua kekuatan, bentuk dan isi—hal yang semakin susah ditemukan oleh penyair-penyair Indonesia kontemporer. Tak banyak jenis puisi yang mampu mengawinkan bentuk dan isi seperti yang diperlihatkan oleh élong maliung bettuanna.
Selain aturan bunyi (fonologi) dan makna (semantik) yang telah dijelaskan di atas, sesungguhnya élong maliung bettuanna juga menarik untuk dilihat dari segi matra. Élong maliung bettuanna ini memiliki aturan matra, terdiri dari tiga baris dan tiap barisnya biasanya terdiri dari delapan, tujuh atau enam suku kata. Puisi-puisi Bugis seperti dijelaskan dalam Tol (1992:83) memiliki tiga jenis matra; pentasyllabic metre (seperti yang diperlihatkan dalam La Galigo), octosyllabic metre (seperti dalam teks puisi-puisi naratif Bugis) dan élong metre.
Meskipun memang rumit memahami genre ini, namun tetap terbuka banyak pintu untuk masuk dan menikmati élong maliung bettuanna, salah satunya melalui permainan bahasa. Permainan bahasa seperti Basa to Bakke’ yang telah dijelaskan dalam tulisan ini mungkin pula akan membuat, khususnya orang-orang Bugis, belajar dan mencintai kembali bahasa dan aksara Bugis. Selain tak berminat pada sastra klasik, orang-orang juga mulai tak meminati bahasa daerah.[]
Referensi:
1. Fachruddin Ambo Enre, 1983, Ritumpanna Weelenrennge, telaah filologis sebuah Episode Bugis klasik, Jakarta: Universitas Indonesia.
2. Kennedy, J.X, 1991. Literaure: an Introduction to Fiction, Poetry and Drama, (Fifth Edition). New York: harper Collins Publisher.
3. Mattulada, 1985, Latoa; satu lukisan analitis terhadap antropologi politik orang Bugis, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
4. Muhammad Salim, 1969-71, Transliterasi dan Terjemahan elong Ugi (kajian naskah Bugis), Ujung pandang: Departemen P dan K, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan.
5. Muhammad Sikki, dkk, 1978, Terjemahan beberapa naskah lontara Bugis, Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa.
6. Pelras, Christian, 2006, Manusia Bugis, Jakarta: Nalar.
7. Perrine, Laurence, 1974, Literatre: Structure, Sound and sense. (Second Edition). New York: Harcourt Brace Javanovisch Inc.
8. Rahman Daeng Palallo, 1968, ‘Bahasa Bugis; Dari hal elong maliung bettuanna (pantun jang dalam artinya)’, Bingkisan I.
9. Tol, Roger, 1992, ‘Fish Food on a Tree Branch; Hidden Meanings in Bugis Poetry’, Leiden: Bijdragen tot de Taal-, land- en Volkenkunde 148 : 82-102




SENGERENG
Riwettu siduppa matata
engka sEengereng tampuredde’i ukka timuku
mataEsso riile matammu
palluwai lorongenna sEngerekku
nannEnnEna mancaji wara
paccoloi tEkkEna uddanikku
tetti picakiwi buku aroku
iyafura mattekkewe nataro sino-sino enrengnge aranggaselang
aga natattimpa”na atikku
sellu’ni muttama werung angin manyamengnge.
‘Asmara’ versi Bahasa Bugis A S H 1985

YAE WENNIE
E Fuangku,
engkakamai folE ritangabenni masino-sinoE
rielle’na lEmpe tasebbEwE enrengngE zikkiri
iya matiwiEngngi fappedennikku rionrong temmakkewiringngE
E Fuangku,
engkakamai folE ritangabenni masino-sinoE
folE riassolo’na akkamasEwE enrengngE fappoji
iya tellengengngi fappEneddikku rilalenna
fappEnyameng tenrigangkaE
aga nasuju’na fappoji-fojikku sibawa nio-nio masinoE
mappakutana alE riSESETA
rimuka engkana makkullE riSESETA
sininna anu temmakkullEwE riwatakkalEku.
‘ Malam Ini’ versi Bahasa Bugis A S H 28 Mei 1988

ZIKKIRI
Uruwi manya-manyani zikkiri’ku
rionrowang masini-sinoE… tassiseng-siseng
mallira-lira ati
massanra fenedding
aga nalEsang baja-bajana fakkullEakku
lappE takkelle’ nalaowang kati-ati
leppe’ni butta manettoni sininna uddanikku
riwaja futta rilaleng fammasETa’.
‘Zikir’ versi Bahasa Bugis A S H 26 Juli 1989

AKKENGAUWANG
Fine’ Idi’ kuwingngerang
fine’ macawEkka usedding riSESETA
Fine’ Idi’ kuuddaniwi
fine’ mabElaka’ usedding riSESETA
Fine’ Idi’ kusappa
fine’ alEku kulolongeng.
‘Pengakuan’ versi Bahasa Bugis A S H 21 maret 1989

sajak dan puisi bugis


SENGERENG
Riwettu siduppa matata
engka sEengereng tampuredde’i ukka timuku
mataEsso riile matammu
palluwai lorongenna sEngerekku
nannEnnEna mancaji wara
paccoloi tEkkEna uddanikku
tetti picakiwi buku aroku
iyafura mattekkewe nataro sino-sino enrengnge aranggaselang
aga natattimpa”na atikku
sellu’ni muttama werung angin manyamengnge.
‘Asmara’ versi Bahasa Bugis A S H 1985

YAE WENNIE
E Fuangku,
engkakamai folE ritangabenni masino-sinoE
rielle’na lEmpe tasebbEwE enrengngE zikkiri
iya matiwiEngngi fappedennikku rionrong temmakkewiringngE
E Fuangku,
engkakamai folE ritangabenni masino-sinoE
folE riassolo’na akkamasEwE enrengngE fappoji
iya tellengengngi fappEneddikku rilalenna
fappEnyameng tenrigangkaE
aga nasuju’na fappoji-fojikku sibawa nio-nio masinoE
mappakutana alE riSESETA
rimuka engkana makkullE riSESETA
sininna anu temmakkullEwE riwatakkalEku.
‘ Malam Ini’ versi Bahasa Bugis A S H 28 Mei 1988

ZIKKIRI
Uruwi manya-manyani zikkiri’ku
rionrowang masini-sinoE… tassiseng-siseng
mallira-lira ati
massanra fenedding
aga nalEsang baja-bajana fakkullEakku
lappE takkelle’ nalaowang kati-ati
leppe’ni butta manettoni sininna uddanikku
riwaja futta rilaleng fammasETa’.
‘Zikir’ versi Bahasa Bugis A S H 26 Juli 1989

AKKENGAUWANG
Fine’ Idi’ kuwingngerang
fine’ macawEkka usedding riSESETA
Fine’ Idi’ kuuddaniwi
fine’ mabElaka’ usedding riSESETA
Fine’ Idi’ kusappa
fine’ alEku kulolongeng.
‘Pengakuan’ versi Bahasa Bugis A S H 21 maret 1989




DAFTAR DIKLAT KETERAMPILAN / SHORT COURSE

No. Jenis Diklat Waktu Pelaksanaan Biaya Keterangan
1 Basic Safety Training (BST) 8 Hari Rp.1.200.000
2 SURVIVAL CRAFT AND RESCUE BOAT (SCRB) 3 Hari Rp.   800.000
3 ADVANCED FIRE FIGHTING (AFF) 4 Hari Rp.   850.000
4 MEDICAL FIRST AID (MFA) 3 Hari Rp.   650.000
5 MEDICAL CARE (MC) 4 Hari Rp    800.000
6 Radar Simulator 4 Hari Rp 1.000.000
7 Arpa Simulator 4 Hari Rp    950.000
8 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) 17 Hari Rp 2.650.000
9 Ship Security Officer (SSO) 3 Hari Rp    700.000
10 Company Security Officer (CSO) 3 Hari Rp    800.000
11 Port Facility Security Officer (PFSO) 5 Hari Rp    800.000
12 Familiarization Safety Officer (FST) / Off Shore 3 Hari Rp    775.000
13 International Trading Course 5 Hari Rp 1.260.000
14 Procedures Export Import Course 5 Hari Rp 1.300.000
15 Shipping Agent Course 5 Hari Rp 1.100.000
16 Health and Safety Course (HSC) 5 Hari Rp    800.000
17 CMT (crowd Management Training) 1 Hari Rp    650.000
18 Crysis Management Training and Human Behaviour (CMHB) 2 Hari Rp    650.000
19 Fast Rescue Boat Training 4 Hari Rp 2.500.000
20 International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code 4 Hari Rp 1.215.000
21 International Bulk Chemical (IBC) Code 4 Hari Rp 1.100.000
22 International Code of Safe Practice for Solid Bulk Cargoes (BCCode) 5 Hari Rp 1.050.000
23 PS, CS, and HIT (Passenger Safety, Cargo Safety and Hull Integrity Training) 12 Hari Rp    830.000
24 Ballast Water Management 5 Hari Rp    880.000
25 Basic Oil and Chemical Tanker (BOCT) 5 Hari Rp 1.020.000
26 Advanced Oil Tanker (AOT) 6 Hari Rp 1.170.000
27 Advanced Chemical Tanker (ACT) 5 Hari Rp 1.000.000
28 Basic Liquified Gas Tanker (BLGT) 5 Hari Rp 1.000.000
29 Advanced Liquified Gas Tanker (ALGT) 6 Hari Rp 1.120.000
30 SAT (Security Awareness Training) 1 Hari Rp    550.000
31 SATSDSD (Security Awareness Training for Seafarer with Designated Security Duties) 2 Hari Rp    800.000
32 Penggantian Sertifikat Rp    250.000 Per  Lembar
33 Legalisir Ijazah Dan Sertifikat
Keterampilan Dan Keahlian Pelaut

Rp     20.000 Per 10 Lembar
34 Ujian Kompetensi Kepelautan / Kepelabuhan Rp   125.000 Per Mata Ujian

BIAYA KURSUS SINGKAT / DIKLAT KETERAMPILAN PELAUT STIP




DAFTAR DIKLAT KETERAMPILAN / SHORT COURSE

No. Jenis Diklat Waktu Pelaksanaan Biaya Keterangan
1 Basic Safety Training (BST) 8 Hari Rp.1.200.000
2 SURVIVAL CRAFT AND RESCUE BOAT (SCRB) 3 Hari Rp.   800.000
3 ADVANCED FIRE FIGHTING (AFF) 4 Hari Rp.   850.000
4 MEDICAL FIRST AID (MFA) 3 Hari Rp.   650.000
5 MEDICAL CARE (MC) 4 Hari Rp    800.000
6 Radar Simulator 4 Hari Rp 1.000.000
7 Arpa Simulator 4 Hari Rp    950.000
8 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) 17 Hari Rp 2.650.000
9 Ship Security Officer (SSO) 3 Hari Rp    700.000
10 Company Security Officer (CSO) 3 Hari Rp    800.000
11 Port Facility Security Officer (PFSO) 5 Hari Rp    800.000
12 Familiarization Safety Officer (FST) / Off Shore 3 Hari Rp    775.000
13 International Trading Course 5 Hari Rp 1.260.000
14 Procedures Export Import Course 5 Hari Rp 1.300.000
15 Shipping Agent Course 5 Hari Rp 1.100.000
16 Health and Safety Course (HSC) 5 Hari Rp    800.000
17 CMT (crowd Management Training) 1 Hari Rp    650.000
18 Crysis Management Training and Human Behaviour (CMHB) 2 Hari Rp    650.000
19 Fast Rescue Boat Training 4 Hari Rp 2.500.000
20 International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code 4 Hari Rp 1.215.000
21 International Bulk Chemical (IBC) Code 4 Hari Rp 1.100.000
22 International Code of Safe Practice for Solid Bulk Cargoes (BCCode) 5 Hari Rp 1.050.000
23 PS, CS, and HIT (Passenger Safety, Cargo Safety and Hull Integrity Training) 12 Hari Rp    830.000
24 Ballast Water Management 5 Hari Rp    880.000
25 Basic Oil and Chemical Tanker (BOCT) 5 Hari Rp 1.020.000
26 Advanced Oil Tanker (AOT) 6 Hari Rp 1.170.000
27 Advanced Chemical Tanker (ACT) 5 Hari Rp 1.000.000
28 Basic Liquified Gas Tanker (BLGT) 5 Hari Rp 1.000.000
29 Advanced Liquified Gas Tanker (ALGT) 6 Hari Rp 1.120.000
30 SAT (Security Awareness Training) 1 Hari Rp    550.000
31 SATSDSD (Security Awareness Training for Seafarer with Designated Security Duties) 2 Hari Rp    800.000
32 Penggantian Sertifikat Rp    250.000 Per  Lembar
33 Legalisir Ijazah Dan Sertifikat
Keterampilan Dan Keahlian Pelaut

Rp     20.000 Per 10 Lembar
34 Ujian Kompetensi Kepelautan / Kepelabuhan Rp   125.000 Per Mata Ujian



PERSYARATAN KHUSUS

A.BASIC SAFETY TRAINING (BST)
1. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
2. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
3. Surat Keterangan Sehat dari dokter
4. Fotocopy Bukti Pembayaran
5. Surat Pengantar dari Perusahaan Pelayaran (Kiriman Perusahaan)

B. MEDICAL FIRST AID (MFA)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

C. MEDICAL CARE (MC)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST
7. Fotocopy Sertifikat MFA

D. CROWD CRISIS MANAGEMENT (CCM)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

E. TANKER FAMILIRIZATION (TF)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

F. OIL TANKER (OT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

G. CHEMICAL TANKER (CT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

H. LIQUIFIED GAST TANKER (LGT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

I. SURVIVAL CRAFT AND RESCUE BOAT (SCRB)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Buku Pelaut
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

J. ADVANCE FIRE FIGHTING (AFF)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Buku Pelaut
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST
7. Fotocopy Ijazah Profesi/ Umum/ Terakhir

PERSYARATAN REVALIDASI SHORT COURSE
1. Mengisi Form Surat Permohonan
2. Surat Keterangan Sehat dari Rumah Sakit / Institusi terkait yang telah mendapat pengesahan (Approval) Direktur Jendral Perhubungan Laut
3. Memiliki masa berlayar yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang (Syahbandar) sekurang-kurang 12 bulan dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir (Asli) atau fotocopy masa berlayar yang dilegalisir
4. Terdaftar di stambuk (Buku Induk)
5. Menunjukkan Buku Pelaut Asli dan foto copy 1 set
6. Bukti Pembayaran
7. Surat Keterangan berlayar dari perusahaan tempat terakhir bekerja
8. Sertifikat Asli dan 3 lembar fotocopy
9. Photo copy PKL / Agreement Employee dar Perusahaan terakhir berlayar
10. Pas Foto 3x4 hitam putih - 2 lembar (Kemeja Putih pakai dasi) untuk masing-masing serifikat
11. Isian Permohonan Pendaftaran
12. Umur Minimal 18 tahun

SYARAT DAFTAR PELAYARAN



PERSYARATAN KHUSUS

A.BASIC SAFETY TRAINING (BST)
1. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
2. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
3. Surat Keterangan Sehat dari dokter
4. Fotocopy Bukti Pembayaran
5. Surat Pengantar dari Perusahaan Pelayaran (Kiriman Perusahaan)

B. MEDICAL FIRST AID (MFA)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

C. MEDICAL CARE (MC)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST
7. Fotocopy Sertifikat MFA

D. CROWD CRISIS MANAGEMENT (CCM)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

E. TANKER FAMILIRIZATION (TF)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy ijazah minimal SMP / Buku Pelaut / Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

F. OIL TANKER (OT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

G. CHEMICAL TANKER (CT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

H. LIQUIFIED GAST TANKER (LGT)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Ijazah Profesi
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat TF

I. SURVIVAL CRAFT AND RESCUE BOAT (SCRB)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Buku Pelaut
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST

J. ADVANCE FIRE FIGHTING (AFF)
1. Isian Permohonan Pendaftaran
2. Fotocopy Buku Pelaut
3. Fotocopy KTP sebanyak 1 lembar
4. Surat Keterangan Sehat dari dokter
5. Fotocopy Bukti Pembayaran
6. Fotocopy Sertifikat BST
7. Fotocopy Ijazah Profesi/ Umum/ Terakhir

PERSYARATAN REVALIDASI SHORT COURSE
1. Mengisi Form Surat Permohonan
2. Surat Keterangan Sehat dari Rumah Sakit / Institusi terkait yang telah mendapat pengesahan (Approval) Direktur Jendral Perhubungan Laut
3. Memiliki masa berlayar yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang (Syahbandar) sekurang-kurang 12 bulan dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir (Asli) atau fotocopy masa berlayar yang dilegalisir
4. Terdaftar di stambuk (Buku Induk)
5. Menunjukkan Buku Pelaut Asli dan foto copy 1 set
6. Bukti Pembayaran
7. Surat Keterangan berlayar dari perusahaan tempat terakhir bekerja
8. Sertifikat Asli dan 3 lembar fotocopy
9. Photo copy PKL / Agreement Employee dar Perusahaan terakhir berlayar
10. Pas Foto 3x4 hitam putih - 2 lembar (Kemeja Putih pakai dasi) untuk masing-masing serifikat
11. Isian Permohonan Pendaftaran
12. Umur Minimal 18 tahun







Kasih tak sampai

Malam berlalu pagi pun menanti
Mentari tersenyum dikala senja termenung
Untaian kata menjadi doa
Karma menyambut derita
Elang bersayap emas menjerat mangsa
Melati segar hampir layu
Kicauan merpati tak terdengar lagi
Semerbak mawar tak lagi harum
Gelombang badai menghantam ke tepi
Kilat seakan menyambar hati
Purnama tertutup awan hitam
Warna pelangi bagai urat – urat nadi tak berdetak
Wajah berseri hati bergejolak
Duka dan lara terus menghampiri
Ayat AL-Qur’an menjadi pengobat
Sujud dan doa menjadi harapan
Bagai kerikil di tengah ratusan intan tak terlihat meski terkena sinar
Duri telah menancap ke tubuh hingga terasa sampai ke jantung
Membekas tak terobati
Datak waktu terus berputar langkah kaki tak berujung
Senyum manis tak terukir
Berbeda jarak kah kau dan aku
Hingga arah dan tujuan aku tak tau  

Perihnya Hati



Kasih tak sampai

Malam berlalu pagi pun menanti
Mentari tersenyum dikala senja termenung
Untaian kata menjadi doa
Karma menyambut derita
Elang bersayap emas menjerat mangsa
Melati segar hampir layu
Kicauan merpati tak terdengar lagi
Semerbak mawar tak lagi harum
Gelombang badai menghantam ke tepi
Kilat seakan menyambar hati
Purnama tertutup awan hitam
Warna pelangi bagai urat – urat nadi tak berdetak
Wajah berseri hati bergejolak
Duka dan lara terus menghampiri
Ayat AL-Qur’an menjadi pengobat
Sujud dan doa menjadi harapan
Bagai kerikil di tengah ratusan intan tak terlihat meski terkena sinar
Duri telah menancap ke tubuh hingga terasa sampai ke jantung
Membekas tak terobati
Datak waktu terus berputar langkah kaki tak berujung
Senyum manis tak terukir
Berbeda jarak kah kau dan aku
Hingga arah dan tujuan aku tak tau  


Andai badai bersahabat dalam gelapnya malam yang tak berbintang
Andai ombak yang  mengguncangkan bahtera dapat mengerti
Namun semua itu hanya harapan
Namun semua itu hanya angan

Bahtera lepas meninggalkan dermaga
Berlayar dalam doa dan cita
Menepi ke dermaga penuh semangat
Harapan,, angan,, doa,, dan semangat teselip dalam senyuman

Aku.. melangkah dalam duri-duri yang menyayat diri
Aku.. pergi dalam kerikil yang menggores dihati
Kembali untuk harapan
Kembali untuk angan

Janji yang telah mengikat dihati
Mengusik dalam doa dan cita
Untuk kembali dalam mimpi
Namun,, harapan,, angan,,doa,,dan semangat itu telah sirnah

Sajak perpisahan  

Maafkan, bila kuberanjak sendiri menuju perahu
saat langit gelap, laut bergelombang
panggilan camar resah
harus kupenuhi

Jangan ikat kemudi dengan temali serapah
biarkan aku pergi meninggal arena perdebatan tak berujung
diantara luka-luka hari kemaren yang terus membusuk

Jangan teteskan hujan kesedihan di-riak laut
Pandang saja bagai siluet
entah dari sudut mana kau lukiskan
aku tetap akan mengayuh
di bongkah-bongkah gelombang
di-arus pasang dan angin musim perpisahan

jangan coba lukis sketsa kesalahanku dimeja perjamuan
karena pagi akan lewat dan membawanya pada pijar mentari
jangan ajari matahari dan angin menghisap embun
lebih baik kau hampar sajadah
letakan namaku dalam keranda
lalu antar ke-batas kaki langit.

semua sudah cukup !
semua harus berakhir !
jangan kau nyalakan ladang-ladang api
di kemarau panjang dermaga malam ini

Sajak Pelaut


Andai badai bersahabat dalam gelapnya malam yang tak berbintang
Andai ombak yang  mengguncangkan bahtera dapat mengerti
Namun semua itu hanya harapan
Namun semua itu hanya angan

Bahtera lepas meninggalkan dermaga
Berlayar dalam doa dan cita
Menepi ke dermaga penuh semangat
Harapan,, angan,, doa,, dan semangat teselip dalam senyuman

Aku.. melangkah dalam duri-duri yang menyayat diri
Aku.. pergi dalam kerikil yang menggores dihati
Kembali untuk harapan
Kembali untuk angan

Janji yang telah mengikat dihati
Mengusik dalam doa dan cita
Untuk kembali dalam mimpi
Namun,, harapan,, angan,,doa,,dan semangat itu telah sirnah

Sajak perpisahan  

Maafkan, bila kuberanjak sendiri menuju perahu
saat langit gelap, laut bergelombang
panggilan camar resah
harus kupenuhi

Jangan ikat kemudi dengan temali serapah
biarkan aku pergi meninggal arena perdebatan tak berujung
diantara luka-luka hari kemaren yang terus membusuk

Jangan teteskan hujan kesedihan di-riak laut
Pandang saja bagai siluet
entah dari sudut mana kau lukiskan
aku tetap akan mengayuh
di bongkah-bongkah gelombang
di-arus pasang dan angin musim perpisahan

jangan coba lukis sketsa kesalahanku dimeja perjamuan
karena pagi akan lewat dan membawanya pada pijar mentari
jangan ajari matahari dan angin menghisap embun
lebih baik kau hampar sajadah
letakan namaku dalam keranda
lalu antar ke-batas kaki langit.

semua sudah cukup !
semua harus berakhir !
jangan kau nyalakan ladang-ladang api
di kemarau panjang dermaga malam ini